Langsung ke konten utama

Adiksi

Aku mulai merasa terobsesi dengannya. Aku mulai merasa bahagia dengan hubunganku yang sekarang. Namun efek yang kurasakan malah makin sepi. Sepi sehingga mati mulai jadi mimpi yang menggebu (lagi). Aku selalu merindu tangan hangatnya. Selalu ingin dipeluknya. Rindu bau tubuh yang biasa saja namun selalu membuatku ingin terus bersamanya. Aku tau, kebahagian semacam ini muncul ketika aku sudah ikhlas dengan realita laluku kemarin. Namun dari atensi, afeksi, dan sepi. Bisa kusimpulkan bahwa ini mungkin menjadi adiksi. Perjalanan di kehidupan sehari-hari tanpanya yang memang memiliki cabang berbeda. Membuatku selalu merasa sendiri. 

Akankah ini berhenti? Aku harap iya. Aku takut menjadi posesif, menjadi pengekang. Aku tidak ingin menjadi itu. Aku ingin tetap merasa bebas dengan afeksi yang tak me-nyepi-kanku. Sungguh, ini benar-benar menyiksa. Mungkin juga ini sebuah balasan dari tindakan di masa lalu, yang kerap kali menghiraukan atensi dan afeksi.

Tolonglah. Tolong hilangkan hal ini dari kognisi. Sungguh, siksaan yang kubenci. Aku makin bingung "siapa aku" ini. Jika pergi menjadi pilihan. Tentunya yang ada hanyalah kehampaan. Sepi tanpa rindu dua arah. 


Aku tidak tau denganmu, Arlina

Tapi inilah aku saat ini.

Bingung, tetap merindu dan juga
kesepian.

Surabaya, 8 April 2022
22.00 WIB


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu

 1 Jauh sebelum hari ini, keinginan mati telah terpatri sejak 2013. Selalu terlintas skenario macam apa untuk ku pergi nanti. Tidak sesering dahulu, namun pikiran ini muncul pada saat-saat tertentu. Maka tulisan ini di-ada-kan dan berlanjut hingga entah berapa angkanya, selama pikiran ini tiba-tiba hadir.  Yang kesatu adalah hari ini, tertanggal 12 Maret 2022. Tatapan kosong serta skenario mati muncul kembali setelah beberapa bulan. Entah akan selesai pada satu malam ini atau berlanjut besok? yang pasti, besok adalah yang kedua dari seri ini jika nanti pikiran dari alam bawah sadarku kembali lagi. Selamat malam dunia Surabaya, 12 Maret 2022 Pukul 21.39

Tiga

 3 Bahkan saat aku bersamamu hingga berganti hari, malam ke pagi. Tetap terlintas pikiran mati itu. Walau tidak sefrontal biasanya. Namun pikiran itu selalu terlintas tiba-tiba dalam beberapa detik. Sebenarnya aku ini nafsu cinta atau nafsu untuk segera mati? Kecupan tiba-tiba kita berdua tidak meniadakan pikiran itu.  Perhatian, atau apalah jenis-jenisnya dalam cinta. Aku tidak mendapat kedamaian. Dalam hati kecil terukir harapan untuk segera mati. Besok minggu aku pulang sejenak ke rumah. Entah pikiran ini akan tetap muncul atau tidak. Yang jelas jika cinta dari hubunganku dengannya tidak berhasil mendamaikan pikiranku. Mari lihat dengan jenis cinta pada keluarga. Kalaupun sama, ya mau bagaimana lagi? Mungkin memang sudah saatnya, dalam waktu dekat untuk pulang Dalam perjalanan pulang besok? Surabaya, 18 Maret 2022 Pukul 2.02 

Kelana kemana

Kamu sudah jauh.      Manifestasi atau fantasi?  Yang jel as aku masih merindukanmu dalam kenaifan dan bodohku.  Terhitung 9 bulan setelah pernyataan tegasmu,  aku masih ingin kita yang dulu.  Kita yang asing namun berusaha bersanding.  Kamu yang penuh rasa penasaran d an aku yang tetap kamu beri semangat di momen terburukku.  Tidak menafikan, aku agak hina saat kemarin.  Menjual periode terburukku untuk dapat bersanding.  Adakah kesempatan kedua? Dengan aku yang lebih tegas dengan keputusanku, dengan kamu yang makin berjalan jauh. Jauh hingga tak tahu bagaimana caraku tuk membuat kepalamu menoleh sebentar.  Apa kabar, dek? Hanya itu energiku untuk sebatas tetap terhubung denganmu. Masih teringat harapanmu pada malam pergantian tahun kala itu, "Semoga masnya jadi lebih niat dan serius lagi ya." Sebuah harapan yang pada masa itu penuh kebimbangan. Waktu di mana aku belum tegas dengan arah kaki melangkah dan masih memandang kamu masih seidealis awal kita bersua.      Sekarang