Langsung ke konten utama

Postingan

Afeksi/Egoisme

 Kurang dari seminggu selepas pernyataanku kepadanya tentang aku yang selalu berharap perhatian-perhatian kecil untuk momen hidupku saat ini. Aku merasa tidak ada yang berubah. Memang, semua butuh proses. Manusia bergerak lambat untuk beradaptasi. Evolusi adalah tentang kepastian yang perlahan. Aku terlalu menggebu untuk mendapat yang kubutuhkan. Aku pun sadar posisinya saat ini yang sedang dalam kesibukan. Kesibukan yang tidak mau kuganggu. Karena menyangkut masa depannya terkait karier dan pendidikan. Beberapa hal yang benar-benar enggan kuganggu, walau menyangkut kepastian dari hubungan ini juga.  Sebenarnya aku ini membutuhkan afeksi darinya atau aku yang egois menuntut hal yang tidak bisa secepat kilat dia lakukan? Jantungku sedari pagi berdetak dengan kencang. Kencang sehingga aku bingung harus melakukan apa hari ini. Kencang sehingga egoismeku muncul dan meledak. Beberapa hari terakhir nafsu makanku sangat berkurang. Hal yang masuk ke tubuh tak lebih dari oksigen, asap rokok, se
Postingan terbaru

Adiksi

Aku mulai merasa terobsesi dengannya. Aku mulai merasa bahagia dengan hubunganku yang sekarang. Namun efek yang kurasakan malah makin sepi. Sepi sehingga mati mulai jadi mimpi yang menggebu (lagi). Aku selalu merindu tangan hangatnya. Selalu ingin dipeluknya. Rindu bau tubuh yang biasa saja namun selalu membuatku ingin terus bersamanya. Aku tau, kebahagian semacam ini muncul ketika aku sudah ikhlas dengan realita laluku kemarin. Namun dari atensi, afeksi, dan sepi. Bisa kusimpulkan bahwa ini mungkin menjadi adiksi. Perjalanan di kehidupan sehari-hari tanpanya yang memang memiliki cabang berbeda. Membuatku selalu merasa sendiri.  Akankah ini berhenti? Aku harap iya. Aku takut menjadi posesif, menjadi pengekang. Aku tidak ingin menjadi itu. Aku ingin tetap merasa bebas dengan afeksi yang tak me-nyepi-kanku. Sungguh, ini benar-benar menyiksa. Mungkin juga ini sebuah balasan dari tindakan di masa lalu, yang kerap kali menghiraukan atensi dan afeksi. Tolonglah. Tolong hilangkan hal ini dari

Tiga

 3 Bahkan saat aku bersamamu hingga berganti hari, malam ke pagi. Tetap terlintas pikiran mati itu. Walau tidak sefrontal biasanya. Namun pikiran itu selalu terlintas tiba-tiba dalam beberapa detik. Sebenarnya aku ini nafsu cinta atau nafsu untuk segera mati? Kecupan tiba-tiba kita berdua tidak meniadakan pikiran itu.  Perhatian, atau apalah jenis-jenisnya dalam cinta. Aku tidak mendapat kedamaian. Dalam hati kecil terukir harapan untuk segera mati. Besok minggu aku pulang sejenak ke rumah. Entah pikiran ini akan tetap muncul atau tidak. Yang jelas jika cinta dari hubunganku dengannya tidak berhasil mendamaikan pikiranku. Mari lihat dengan jenis cinta pada keluarga. Kalaupun sama, ya mau bagaimana lagi? Mungkin memang sudah saatnya, dalam waktu dekat untuk pulang Dalam perjalanan pulang besok? Surabaya, 18 Maret 2022 Pukul 2.02 

Dua

 2 Pagi ini niat bunuh diriku muncul. Namun hanya sampai pada pemikiran. Banyak kesempatan untuk melakukannya. Memang niatku hanya omong kosong. Menabrakan diri di jalan besar dekat Taman Kampus C hanya berbuah ketakutan untuk sakit fisik. Sedari awal mengiyakan pacar untuk ikut ke taman, hanya berakhir dengan kebimbangan. Seharusnya aku menolak.  Hari ini, keinginan bunuh diri hanya sekedar pikiran. Selamat pagi masih terus bimbang sampai entah kapan Tahun ini?  Surabaya, 15 Maret 2022 Pukul 05.22

Atau

/                                               Berlatar melodi milik Chopin, Nocturne Op. 9, No. 2. Semua jadi terasa samar. Keinginan mati yang telah lama tertanam dalam alam pikir, kembali muncul ke permukaan. Hanya lesu dan nikotin yang mengisi hari-hari.  Entahlah Aku merasa bukan manusia yang layak yang layak untuk  hidup dalam lingkaran  bernama hubungan Bukannya aku benci dia atau lebih memilih yang lain. Tidak. Aku hanya tidak merasakan bahwa aku layak dalam menjalani rutinitas ini. Lebih-lebih yang ada hanyalah gejolak untuk pergi. Pergi kemana pun itu. Aku selalu memikirkan skenario macam apa untuk mati nanti. Entah setahun, sebulan, seminggu, sehari, sejam, semenit, atau sedetik ke depan.  Selain hal yang telah lama bermukim di dalam alam bawah sadarku. Aku juga masih tersiksa dengan memori yang terus mengganjal. Memori yang terus-menerus menghalangiku untuk terlibat dalam lingkaran ini. Atau hanya halusinasiku?

Satu

 1 Jauh sebelum hari ini, keinginan mati telah terpatri sejak 2013. Selalu terlintas skenario macam apa untuk ku pergi nanti. Tidak sesering dahulu, namun pikiran ini muncul pada saat-saat tertentu. Maka tulisan ini di-ada-kan dan berlanjut hingga entah berapa angkanya, selama pikiran ini tiba-tiba hadir.  Yang kesatu adalah hari ini, tertanggal 12 Maret 2022. Tatapan kosong serta skenario mati muncul kembali setelah beberapa bulan. Entah akan selesai pada satu malam ini atau berlanjut besok? yang pasti, besok adalah yang kedua dari seri ini jika nanti pikiran dari alam bawah sadarku kembali lagi. Selamat malam dunia Surabaya, 12 Maret 2022 Pukul 21.39

Kelana kemana

Kamu sudah jauh.      Manifestasi atau fantasi?  Yang jel as aku masih merindukanmu dalam kenaifan dan bodohku.  Terhitung 9 bulan setelah pernyataan tegasmu,  aku masih ingin kita yang dulu.  Kita yang asing namun berusaha bersanding.  Kamu yang penuh rasa penasaran d an aku yang tetap kamu beri semangat di momen terburukku.  Tidak menafikan, aku agak hina saat kemarin.  Menjual periode terburukku untuk dapat bersanding.  Adakah kesempatan kedua? Dengan aku yang lebih tegas dengan keputusanku, dengan kamu yang makin berjalan jauh. Jauh hingga tak tahu bagaimana caraku tuk membuat kepalamu menoleh sebentar.  Apa kabar, dek? Hanya itu energiku untuk sebatas tetap terhubung denganmu. Masih teringat harapanmu pada malam pergantian tahun kala itu, "Semoga masnya jadi lebih niat dan serius lagi ya." Sebuah harapan yang pada masa itu penuh kebimbangan. Waktu di mana aku belum tegas dengan arah kaki melangkah dan masih memandang kamu masih seidealis awal kita bersua.      Sekarang